Beranda | Artikel
Meraih Syafaat Al Musthafa
Jumat, 30 Mei 2014

Buletin At Tauhid Edisi 22 Tahun X

muhammadKaum muslimin yang dirahmati Allah, apabila kita melihat diri kita dengan hati yang jujur, tentulah kita mengetahui betapa buruk dan serba kurangnya diri kita. Betapa mindernya kita melihat amal shalih yang terlampau sedikit, pun dengan kualitas ibadah yang seadanya, kemudian berharap surga yang tertinggi firdaus al a’la. Jika kita melihat betapa hinanya diri kita dan betapa dahsyatnya suasana hari kiamat yang telah Allah dan Rasul-Nya gambarkan, kita akan sadar alangkah butuhnya kita di hari akhir kelak dengan pertolongan Allah, salah satunya berupa syafa’at dari Al Musthafa, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Namun ternyata, meraih syafa’at dari kekasih tercinta pun bukanlah hal yang mudah, ada syarat dan cara untuk meraihnya. Tulisan kali ini akan membahas mengenai syafa’at, khususnya bagaimana agar kita bisa mendapatkannya di hari akhir kelak, insya Allah.

Pengertian Syafa’at

Syafa’at secara etimologi bahasa arab berasal dari kata asy syaf’u, genap, lawan kata dari al witr, ganjil. Jika berlaku sebagai kata kerja, maka kata syafa’atmaknanya ialah menggenapkan sesuatu yang ganjil, misalnya menggenapkan yang satu menjadi dua, yang tiga menjadi empat, dan seterusnya. Adapun secara terminologi, syafa’at ialah menjadikan pihak lain sebagai perantara untuk memperoleh kemanfaatan atau menolak bahaya.

Jenis-Jenis Syafa’at

Syafa’at terbagi menjadi dua jenis, yaitu :

  1. Syafa’at yang ditetapkan Allah Ta’ala dalam kitab-Nya, atau oleh Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Syafa’at ini terbagi menjadi dua. Yang pertama adalah syafa’at secara umum, yaitu hak memberi syafa’at yang diberikan Allah secara umum kepada beberapa makhluk-Nya, kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga kepada selain beliau dari para Nabi, shiddiqin, syuhada, dan orang-orang shalih.

Jenis kedua ialah syafa’at khusus, hak memberi syafa’at yang khusus Allah berikanuntukNabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Syafa’at yang terbesar dari jenis ini ialah syafa’atul ‘uzhma, yaitu syafa’at yang dilakukan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam untuk seluruh penduduk padang mahsyar yang isinya adalah agar Allah Ta’ala menyegerakan hari keputusan.

  1. Syafa’at yang tertolak, tidak memberi manfaat sedikitpun. Inilah anggapan kaum musyrikin tentang berhala dan sesembahan mereka, sebagaimana ucapan mereka tertera dalam Al Qur’an (yang artinya), “Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah” (QS. Yunus : 18). Namun karena Allah tidak meridhai kemusyrikan yang mereka perbuat, dan tidak mungkin pula berhala-berhala tersebut dapat memberi syafa’at di sisi Allah, maka Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafa’at dari orang-orang yang memberikan syafa’at” (QS. Al Muddatsir : 48)(Majmu’ Fatawa wa Rasail Al‘Utsaimin, 2/45)

Syarat-Syarat Syafa’at

Syafa’at tidaklah diberikan melainkan dengan beberapa syarat, yaitu :

  1. Izin Allah kepada pemberi syafa’atuntuk memberikan syafa’at. Allah Ta’ala berfirman dalam ayat kursi (yang artinya), “Tiada yang dapat memberi syafa´at di sisi Allah kecuali dengan izinNya” (QS. Al Baqarah : 255)
  2. Ridha Allah kepada pemberi syafa’at. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan berapa banyak malaikat di langit, syafa´at mereka sedikitpun tidak berguna, kecuali sesudah Allah mengijinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai-Nya” (QS. An Najm : 26)
  3. Ridha Allah kepada objek yang diberikan syafa’at. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan mereka (para malaikat) tiada dapat memberikan syafa´at melainkan kepada orang yang diridhai Allah” (QS. Al Anbiya : 28)

Oleh karena itu, syafa’at pada hakekatnya milik Allah Ta’ala. Hendaknya kita memohon syafa’at langsung kepada Allah, bukan kepada seorangpun dari makhluk-Nya. Merekahanyapunyahakmemberi, tapitidakmemiliki.Hanya Allah yang memilikisyafa’at.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Sesungguhnya syafa’at sejatinya ialah dari Allah, bagi Allah-lah segala kesempurnaan.Tidak ada seorang pun yang bisa memberi syafa’at kecuali dengan izin dari Allah. Dialah yang memberi izin kepada pemberi syafa’at, dan Dialah yang mengabulkan permintaan dari peminta syafa’at”.(dinukil dari Asy Syafa’at, Asbabuhu, wa Aqsamuhu, hal. 3)

Kiat-kiat meraih syafa’at

Berikut ini ialah kiat-kiat agar dapat meraih syafa’at Al Musthafa shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kiat Pertama : Memurnikan Tauhid

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Manusia yang paling berbahagia dengan syafa’atku kelak di hari kiamat ialah yang mengucapkan laa ilaaha illallāh, tiada sesembahan yang berhak untuk disembah dengan benar melainkan Allah, (diucapkan) dengan ikhlas dari hatinya” (HR. Bukharidari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “(Diantara) sebab mendapatkan syafa’at ialah mentauhidkan Allah dan memurnikan agama dengan segala bentuk dan jenis ibadah kepada-Nya. Maka barangsiapa yang paling besar kadar ikhlasnya (dalam bertauhid –pent), dialah yang paling berhak atas syafa’at” (Majmu’ Al Fatawa, 14/414)

Kiat Kedua : Bershalawat Dan Berdo’a SetelahAdzan

Dari Ibnu Mas’udradhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian mendengar muadzin maka katakanlah yang semisal dengannya, lalu bershalawatlah atasku karena sungguh barangsiapa yang bershalawat atasku dengan satu shalawat, Allah akan bershalawat atasnya 10 shalawat. Dan mintalah kepada Allah untukku al wasilah, karena ia adalah sebuah tempat di surga yang tidak akan diberikan kecuali kepada seorang dari hamba-hamba Allah, dan aku berharap itu ialah aku. Maka barangsiapa memintakan untukku al wasilah, aku halalkan untuknya asy syafa’at” (HR. Muslim)

Dari Jabir ibn ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang berdoa setelah adzan, “Allāhumma rabba hadzihid da’watit taammah, wash shalaatil qaa-imah, aati Muḥammadanil wasiilata wal fadhiilah, wab’atshu maqaamam maḥmuuda, alladzi wa’adtah”-Ya Allah Rabb pemilik panggilan yang sempurna ini, dan shalat yang akan didirikan, berikanlah bagi Muhammad al wasilah dan keutamaan, dan angkatlah ia ke tempat yang terpuji yang telah Engkau janjikan-maka aku akan menghalalkan untuknya syafa’atku kelak di hari kiamat” (HR. Bukhari)

Kiat Ketiga : Memperbanyak Shalat Sunnah

Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan sebuah hadits dari seorang pembantu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada pembantunya, “Apakah kamu punya suatu permintaan?”, dia menjawab, “Tidak”.Hingga suatu hari ia berkata, “Permintaanku adalah engkau memberiku syafa’at kelak di hari kiamat”. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Siapa yang menunjukimu pada permintaan itu?”. Ia menjawab, “Rabb-ku”. Maka Nabi bersabda, “Kalau begitu bantulah aku dengan memperbanyak sujud”.(Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid (2/249) berkata hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dengan perawiyang shahih)

Yang dimaksud sujud yaitu shalat, dan sebagian ulama memaknai shalat dalam hadits ini dengan shalat sunnah seperti shalat sunnah rawatib, shalat sunnah dhuha, shalat tahajjud, dan sebagainya. Salah satunya Ibnu Hajar Al Asqalani rahimahullah yang memasukkan hadits ini (yaitu hadits riwayat Muslim dengan redaksi yang sama) dalam bab Shalat Tathawwu’ (shalat sunnah) dalam kitab beliau Bulughul Maram. Ash Shan’ani menjelaskan alasannya sebagai berikut, “Apabila sujud (dalam hadits di atas) dibawa ke makna shalat wajib, maka mendirikan shalat wajib adalah sebuah hal yang sudah seharusnya bagi setiap muslim. Akan tetapi Nabi shallallahu alaihi wa sallam membimbing kepada suatu amalan khusus (yaitu shalat sunnah –pent), yang dapat membantu mencapai permintaan tersebut (yaitu permintaan pembantu Nabi akan syafa’at beliau –pent)” (Subulus Salam, 1/334)

Kiat Keempat: Menetap dan Meninggal di Madinah

Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, beliau mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seseorang bersabar dalam menghadapi sulitnya (Madinah) hingga meninggal dunia, melainkan aku akan memberinya syafa’at atau menjadi saksi untuknya di hari kiamat kelak, apabila ia seorang muslim” (HR. Muslim)

Kiat Kelima : TidakMendustakan Adanya Syafa’at

Al Imam Al Bukhari rahimahullah dalam Asy Syari’ahhal. 337 membawakan sebuah atsar dari sahabat Anas ibn Malik radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, “Barangsiapa mendustakan syafa’at, maka tidak ada bagian untuknya dalam hal tersebut (yaitu syafa’at–pent)” (Dinilai shahih oleh Ibnu Hajar Al ‘Asqalaniy dalam Fathul Baari, 11/426). Lihat pembahasan selengkapnya dalam Asy Syafa’at karya Syaikh Muqbil ibn Hadi Al Wadi’i hal. 241

Demikian, semoga kita dapat mengamalkan kiat-kiat tersebut dan meraih syafa’at Al Musthafa shallallahu ‘alaihi wa sallam yang selalu kita dambakan. Wa billahit taufiq.

Penulis                 : Yhouga Ariesta, S.T. (Alumni Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)

Muroja’ah           : Ustadz Afifi Abdul Wadud


Artikel asli: https://buletin.muslim.or.id/meraih-syafaat-al-musthafa/